Perjalanan Sejarah Albania: Dari Zaman Illyria, Kekuasaan Ottoman hingga Konflik Kosovo



Perjalanan Sejarah Albania: Dari Zaman Illyria, Kekuasaan Ottoman hingga Konflik Kosovo



Wilayah yang kini dikenal sebagai Albania pernah menjadi rumah bagi peradaban kuno bernama Illyria, sebuah konfederasi suku yang hidup di sepanjang pantai Laut Adriatik sejak ribuan tahun silam. Suku Illyria dikenal sebagai pelaut dan pejuang tangguh, serta memiliki struktur kesukuan yang kuat namun tidak tersentralisasi. Wilayah ini kemudian menarik perhatian Kekaisaran Romawi yang pada abad ke-2 SM mulai menaklukkan kawasan Balkan. Setelah penaklukan itu, Illyria menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi dan mengalami romanisasi dalam bahasa dan hukum, meskipun masyarakat lokal tetap mempertahankan budaya serta bahasanya sendiri yang secara turun-temurun kemudian melahirkan identitas etnis Albania.

Ketika Kekaisaran Romawi terbagi menjadi Romawi Barat dan Romawi Timur (Bizantium) pada tahun 395 M, Albania tetap berada di bawah Bizantium. Di masa ini, suku-suku Slavia mulai bermigrasi besar-besaran ke Balkan dan menimbulkan pencampuran budaya yang kompleks. Albania menjadi wilayah perbatasan antara dunia Latin dan Yunani, antara Kristen Katolik Roma dan Kristen Ortodoks Timur, yang kemudian membuat identitas nasionalnya tumbuh lebih unik dibandingkan tetangga Slavia dan Yunani. Pada masa Bizantium, bahasa Latin lokal berubah menjadi bentuk awal bahasa Albania modern, sementara gereja mulai memainkan peran besar dalam budaya rakyatnya.

Memasuki abad pertengahan, berbagai kerajaan kecil dan bangsawan lokal bermunculan. Pada abad ke-12 dan ke-13, wilayah ini sempat dikuasai Kekaisaran Serbia, namun pengaruh Bizantium pun masih kuat. Bangkitnya Kekaisaran Ottoman di Anatolia mengubah seluruh peta politik Balkan. Pada akhir abad ke-14 hingga pertengahan abad ke-15, Albania menghadapi invasi Ottoman yang terus meluas. Pada masa ini muncul seorang tokoh pahlawan besar Albania bernama Gjergj Kastrioti, yang lebih dikenal sebagai Skanderbeg. Ia sebelumnya dijadikan tawanan oleh Ottoman dan diberi pendidikan militer, namun kemudian kembali ke Albania dan memimpin pemberontakan besar menentang Turki Utsmani. 

Selama lebih dari dua dekade (1443–1468), Skanderbeg berhasil mempertahankan benteng-benteng Albania dan membentuk Liga Lezhë, sebuah konfederasi bangsawan Albania yang berjuang bersama melawan kekuasaan Ottoman. Skanderbeg menjadi simbol nasional yang sangat penting hingga hari ini karena ia melambangkan kebebasan, identitas Albania dan semangat anti-penjajahan. Namun setelah kematiannya, perlawanan melemah dan pada akhir abad ke-15, hampir seluruh wilayah Albania akhirnya ditaklukkan Ottoman.

Selama hampir lima abad berikutnya, Albania menjadi bagian dari Kekaisaran Ottoman. Periode ini membawa perubahan besar dalam struktur sosial, agama dan identitas masyarakat Albania. 
Banyak masyarakat Albania memeluk Islam, baik Sunni maupun Bektashi, meski sebagian tetap beragama Kristen Katolik dan Ortodoks. Identitas Albania perlahan mulai mengkristal berdasarkan bahasa dan budaya lokal, bukan sekadar agama. Di bawah Ottoman, Albania terbagi dalam beberapa provinsi (vilayet) dan sistem feodal diberlakukan dengan para bey lokal. Banyak tokoh Albania justru menjadi pejabat penting dalam birokrasi Ottoman, bahkan ada beberapa yang menjadi Wazir Agung. Namun, setelah kebangkitan nasionalisme di Eropa pada abad ke-19, rakyat Albania juga mulai terinspirasi untuk menuntut identitas sendiri, terutama karena negara-negara Balkan lain seperti Yunani, Serbia dan Bulgaria mendeklarasikan kemerdekaan mereka. Pada tahun 1878, Liga Prizren dibentuk oleh tokoh-tokoh Albania untuk mempertahankan wilayah mereka dari pembagian paksa oleh kekuatan Eropa. Liga ini awalnya menyatakan kesetiaan kepada Sultan, tetapi pada dasarnya menyuarakan otonomi Albania. Ini dianggap sebagai tonggak gerakan nasional Albania modern.

Ketika Kekaisaran Ottoman semakin melemah, Perang Balkan pertama (1912) pecah dan Albania yang khawatir wilayah mereka akan dibagi-bagi oleh Serbia, Yunani dan Montenegro. Maka, pada 28 November 1912, tokoh nasional bernama Ismail Qemali membacakan deklarasi kemerdekaan Albania di kota Vlora. 
Namun situasinya sangat sulit karena kekuatan besar Eropa belum sepenuhnya mendukung dan pasukan Serbia serta Yunani masih menduduki banyak wilayah Albania. 
Ketika Perang Dunia I meletus, Albania menjadi medan pertempuran dan wilayahnya terbagi oleh kekuatan asing seperti Italia, Yunani, Austria-Hungaria dan Serbia. Setelah perang berakhir, Albania berjuang keras mempertahankan keberadaannya sebagai negara merdeka. Pada 1920, Konferensi Paris akhirnya mengakui kedaulatan Albania setelah gerakan rakyat di Vlora mengusir pasukan Italia.

Pada masa antar-perang, Albania mengalami perubahan politik drastis. Seorang pemimpin kuat bernama Ahmet Zogu muncul dan pada 1928 ia memproklamirkan dirinya sebagai Raja Zog I, mendirikan Kerajaan Albania. Meski ia mencoba melakukan modernisasi, pemerintahannya otoriter dan bergantung pada dukungan Italia. Pada 1939, Benito Mussolini mengirim pasukan Italia untuk menginvasi Albania, menjadikan negara itu protektorat Italia pada awal Perang Dunia II. Ketika Italia menyerah pada 1943, Jerman Nazi menduduki Albania. Pada masa perang, berbagai kelompok perlawanan muncul termasuk kelompok komunis yang dipimpin oleh Enver Hoxha. Setelah Jerman menarik diri pada 1944, Enver Hoxha berhasil mengambil alih kekuasaan dan mendirikan Republik Rakyat Albania yang komunis.

Rezim Enver Hoxha berlangsung selama lebih dari empat dekade, menjadikan Albania salah satu negara paling tertutup dan represif di dunia. Hoxha awalnya bersekutu dengan Yugoslavia di bawah Tito, namun hubungan mereka memburuk karena Hoxha menolak federasi Balkan. Kemudian Albania bersekutu dengan Uni Soviet tetapi memutuskan hubungan pada awal 1960-an karena Hoxha menentang kebijakan destalinisasi Nikita Khrushchev. Ia lalu mendekat ke RRC di bawah Mao Zedong sampai akhirnya Albania juga mengecam Tiongkok setelah kebijakan pragmatis Deng Xiaoping. Albania menjadi negara komunis yang sangat tertutup, menjalankan isolasionisme ekstrem, menolak pengaruh asing kapitalis maupun “sosialis revisionis.” Ribuan bunker beton dibangun di seluruh negeri sebagai simbol paranoia rezim terhadap invasi asing. Ekonominya stagnan, kebebasan beragama dihapus, semua aktivitas dikontrol negara. Meski demikian, rezim ini berhasil mempertahankan identitas nasional dan kemandirian absolut, namun dengan harga yang sangat mahal berupa kemiskinan dan keterisolasian global.

Pada akhir 1980-an dan awal 1990-an, gelombang runtuhnya komunisme di Eropa Timur mencapai Albania. Gerakan mahasiswa dan oposisi demokratik memaksa pemerintah membuka sistem satu partai. Pada 1992, Partai Demokratik Albania menang pemilu dan mengakhiri kekuasaan Partai Buruh. Namun transisi demokrasi Albania tidak berjalan mulus. Krisis ekonomi berat terjadi dan pada 1997, skema investasi piramida besar runtuh, menyebabkan kerusuhan nasional dan nyaris perang sipil. NATO kemudian melakukan intervensi untuk menstabilkan negara. Dalam konteks Balkan, konflik Yugoslavia juga berpengaruh kuat terhadap Albania, khususnya terkait Kosovo.

Kosovo adalah wilayah di dalam Serbia yang dihuni mayoritas etnis Albania. Selama era Yugoslavia di bawah Tito, Kosovo diberi otonomi, namun setelah Tito meninggal dan Slobodan Milošević naik berkuasa, otonomi itu dicabut. Ketegangan meningkat karena penindasan terhadap penduduk Albania di Kosovo. Albania secara moral mendukung perjuangan etnis Albania di Kosovo, meski secara militer mereka masih lemah. Pada akhir 1990-an, perang Kosovo pecah antara tentara Serbia dan kelompok pejuang UÇK (Kosovo Liberation Army). 
Albania menjadi tempat pengungsi besar-besaran dari Kosovo dan memberikan dukungan logistik serta politis. NATO melakukan pemboman terhadap Serbia pada 1999 dan setelah itu Kosovo ditempatkan di bawah administrasi internasional hingga mendeklarasikan kemerdekaan tahun 2008. Meskipun Albania dan Kosovo adalah dua negara berbeda, keduanya memiliki hubungan budaya, bahasa dan etnis yang sangat erat hingga hari ini.

Setelah masa konflik tersebut, Albania terus berusaha bergabung dengan struktur Euro-Atlantik. Pada tahun 2009, Albania resmi menjadi anggota NATO. Negara itu pun mulai melakukan reformasi politik dan ekonomi agar dapat bergabung dengan Uni Eropa. Korupsi, kemiskinan dan migrasi masih menjadi tantangan besar. Reformasi hukum, peradilan dan investasi asing diperkuat. Kota-kota seperti Tirana mulai mengalami transformasi dengan pembangunan infrastruktur modern, meskipun banyak wilayah pedesaan masih tertinggal. Pemerintah Albania berupaya menarik sektor pariwisata dengan pantai-pantai Laut Adriatik dan Ionian yang indah, serta warisan budaya seperti kota kuno Berat dan Gjirokastër yang diakui UNESCO.

Generasi muda Albania kini lebih terbuka ke luar negeri, banyak yang bekerja atau belajar di Italia, Yunani, Jerman dan negara lain Eropa Barat. Mereka membawa wawasan baru pulang ke negara asal. Secara politik, Albania tetap negara demokrasi parlementer, dengan pergantian kekuasaan secara damai walau kadang terjadi ketegangan politik antara partai besar. Proses bergabung dengan Uni Eropa masih berjalan; Albania mendapat status kandidat resmi dan melakukan negosiasi bab demi bab untuk reformasi standar Eropa.

Secara insting kolektif, bangsa Albania tetap menjaga identitas kuat terhadap bahasanya, simbol pahlawan seperti Skanderbeg dan aspirasi untuk diakui sebagai bangsa yang bebas dan setara dengan bangsa Eropa lain. Masa lalu di bawah Ottoman, perjuangan melawan penaklukan, masa komunisme tertutup, hingga keterlibatan dalam konflik Balkan modern, semuanya membentuk karakter rakyat Albania yang keras, bangga, namun tetap bersemangat membangun masa depan baru. Dalam bayang-bayang sejarah panjang itu, Albania kini berjuang menjadi jembatan unik antara Eropa Timur dan Selatan, antara tradisi lama dan modernitas. Meskipun jalan menuju kemakmuran masih panjang, Albania telah melangkah jauh dari masa kolonisasi, isolasi, perang, dan krisis.

Belum ada Komentar untuk "Perjalanan Sejarah Albania: Dari Zaman Illyria, Kekuasaan Ottoman hingga Konflik Kosovo"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel