Sejarah Kota Bandung: Dari Nenek Moyang, Legenda, hingga Pendiri Resmi



Sejarah Kota Bandung: Dari Nenek Moyang, Legenda, hingga Pendiri Resmi



Bandung, yang kini dikenal sebagai “Kota Kembang,” memiliki sejarah yang kaya dan berlapis, mulai dari asal-usul nama, nenek moyang, tokoh pendiri, hingga era kolonial. Nama “Bandung” diyakini berasal dari kata “mbandung” dalam bahasa Sunda yang berarti “terbendung” atau “terhalang,” merujuk pada sungai dan aliran air yang membentuk cekungan alami di dataran tinggi Priangan. Sungai Cikapundung, yang mengalir di tengah lembah, menjadi sumber kehidupan sekaligus simbol kesuburan tanah. 

Ada juga versi yang mengatakan nama ini berasal dari kata “Bendung,” merujuk pada sistem irigasi sederhana yang dibangun oleh nenek moyang masyarakat Sunda untuk mengalirkan air ke sawah-sawah mereka. Nama Bandung mencerminkan hubungan masyarakat awal dengan alam: adaptif, terencana, dan harmonis.

Nenek moyang masyarakat Bandung adalah suku Sunda yang mendiami lembah-lembah dan kaki gunung Priangan. Mereka hidup sebagai petani, memanfaatkan kesuburan tanah dan aliran sungai untuk menanam padi, sayuran, dan rempah-rempah. 
Di antara tokoh legendaris yang dihormati adalah Dayang Sumbi, seorang perempuan sakti yang diyakini sebagai nenek moyang spiritual masyarakat Priangan. Ia mengajarkan manusia cara bercocok tanam, membuat kerajinan dan hidup selaras dengan alam. Dari keturunannya lahirlah komunitas pertama yang menetap di lembah Bandung, membangun kampung-kampung kecil, menjaga adat istiadat, serta merawat sungai dan tanah subur yang menjadi sumber kehidupan mereka.

Seiring waktu, wilayah Bandung menjadi bagian dari kekuasaan kerajaan Pajajaran. Kampung-kampung kecil mulai tersusun lebih rapi, masyarakat tetap melestarikan tradisi leluhur, tetapi juga mulai terlibat dalam perdagangan kerajaan. Desa-desa di Bandung berperan sebagai pusat pertanian sekaligus pos pertahanan. Hubungan antara legenda, nenek moyang, dan sejarah nyata mulai terlihat: kisah-kisah leluhur tetap diceritakan, ritual pertanian dijalankan, dan struktur sosial berkembang berdasarkan prinsip gotong-royong dan penghormatan terhadap alam.

Tokoh kunci dalam sejarah Bandung modern adalah Bupati R.A. Wiranatakusumah II, yang dikenal sebagai pendiri (founding father) Kota Bandung. Sebelumnya, Kabupaten Bandung berdiri sejak pertengahan abad ke-17 dengan Bupati pertama Tumenggung Wirangunangun, yang memerintah dari Krapyak (sekarang Dayeuhkolot). 
Ketika R.A. Wiranatakusumah II memimpin sebagai Bupati ke-6 (1794–1829), kekuasaan di Nusantara beralih dari Kompeni Belanda ke Pemerintah Hindia Belanda di bawah Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808–1811).

R.A. Wiranatakusumah II merencanakan pemindahan ibukota Kabupaten Bandung ke lokasi yang lebih strategis, jauh sebelum Daendels mengeluarkan surat resmi. Krapyak dianggap tidak strategis karena terletak di sisi selatan wilayah dan rawan banjir saat musim hujan. Tempat baru dipilih di tepi barat Sungai Cikapundung, dekat Jalan Raya Pos yang sedang dibangun, yang kini menjadi pusat Kota Bandung. 

Sekitar akhir 1808 atau awal 1809, Bupati beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Krapyak, pertama ke Cikalintu (Cipaganti), kemudian ke Balubur Hilir, dan akhirnya ke Kampung Bogor (Kebon Kawung, lokasi Gedung Pakuan sekarang). Bupati memimpin penduduk, membuka hutan, dan menyiapkan lahan bagi pembangunan kota. Kota Bandung resmi menjadi ibukota baru Kabupaten Bandung pada 25 September 1810, berdasarkan besluit atau surat kelulusan, yang kini dijadikan patokan “Hari Jadi Kota Bandung.”

Era kolonial Belanda membawa perubahan signifikan. Daendels membangun Jalan Raya Pos dari Anyer ke Panarukan, yang melewati Bandung dan memudahkan mobilitas pejabat kolonial. Kota Bandung pun mulai dibangun dengan tata kota modern: jalan-jalan utama dirapikan, gedung pemerintahan dan sekolah didirikan, serta pusat perdagangan mulai berkembang. Masyarakat lokal menyesuaikan diri dengan kehidupan kota yang dinamis, sementara legenda, kisah nenek moyang, dan ritual adat tetap hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kota ini menjadi perpaduan antara tradisi Sunda yang kaya, pengaruh kolonial, dan fondasi modernisasi yang terus berkembang.

Dengan demikian, Bandung adalah kota yang lahir dari perencanaan bijak seorang Bupati, diwarisi oleh nenek moyang Sunda, diperkaya oleh legenda dan cerita rakyat, dan dibentuk oleh dinamika kolonial. Sungai, lembah, dan gunung tidak hanya menjadi latar geografis, tetapi juga simbol identitas budaya. Dari Dayang Sumbi dan komunitas pertama yang menetap, hingga R.A. Wiranatakusumah II yang memimpin pembangunan kota, dan era modernisasi kolonial Belanda, Bandung adalah bukti harmonisasi antara alam, budaya dan sejarah, yang menjadikannya kota unik, hidup dan penuh makna.


Belum ada Komentar untuk " Sejarah Kota Bandung: Dari Nenek Moyang, Legenda, hingga Pendiri Resmi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel