Perjalanan Panjang Korea Selatan Dari Kerajaan Kuno hingga Negara Teknologi Dunia
Sabtu, 02 Agustus 2025
Tambah Komentar
Korea Selatan, yang kini dikenal sebagai salah satu negara maju dengan kekuatan ekonomi dan teknologi tinggi, memiliki sejarah panjang dan kompleks yang membentang dari zaman kerajaan kuno hingga menjadi negara demokrasi modern. Perjalanan bangsa Korea dibentuk oleh gelombang konflik, kolonialisme, perang saudara, serta semangat rakyatnya untuk bangkit dan membangun masa depan yang lebih cerah.
Masa Kuno
Sejarah Korea bermula dari mitos Dangun, pendiri Gojoseon, kerajaan pertama Korea yang menurut legenda berdiri pada 2333 SM. Meskipun banyak unsur mitos, Gojoseon benar-benar eksis sebagai kerajaan kuat di Semenanjung Korea dan sebagian wilayah Tiongkok timur laut hingga sekitar abad ke-2 SM.
Setelah runtuhnya Gojoseon, muncul periode yang dikenal sebagai Tiga Kerajaan Korea: Goguryeo, Baekje, dan Silla. Ketiganya bersaing untuk menguasai semenanjung Korea. Goguryeo dikenal sebagai kerajaan militer kuat yang bahkan mampu melawan kekaisaran Tiongkok. Baekje unggul dalam seni dan budaya, sementara Silla berhasil menyatukan semenanjung Korea pada tahun 668 M, dengan bantuan Dinasti Tang dari Tiongkok.
Masa penyatuan di bawah Silla Bersatu (668–935) membawa stabilitas dan perkembangan budaya. Setelahnya, kekuasaan beralih ke Kerajaan Goryeo (918–1392), dari mana nama "Korea" berasal. Pada masa ini, seni, hukum, dan sistem administrasi berkembang, termasuk penggunaan cetak blok kayu dan penyusunan hukum negara.
Kemudian muncul Dinasti Joseon (1392–1897), yang merupakan salah satu dinasti paling panjang di Asia Timur. Di bawah Joseon, Korea mengadopsi Konfusianisme sebagai ideologi negara, menciptakan Hangeul, alfabet Korea yang masih digunakan hingga kini (diciptakan oleh Raja Sejong Agung pada abad ke-15), serta memperkuat budaya dan identitas Korea. Namun, pada abad ke-19, Joseon menghadapi tekanan dari luar dan ketidakstabilan internal yang semakin melemahkannya.
Penjajahan Jepang dan Perjuangan Kemerdekaan
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, kekuatan imperialis seperti Jepang, Rusia, dan Tiongkok mulai bersaing memperebutkan pengaruh atas Korea. Setelah Perang Rusia-Jepang (1904–1905), Jepang semakin mendominasi Korea dan akhirnya mencaplok Korea secara resmi pada tahun 1910.
Masa penjajahan Jepang (1910–1945) adalah salah satu periode paling kelam dalam sejarah Korea. Jepang menerapkan kebijakan asimilasi budaya secara paksa, melarang penggunaan bahasa Korea, mengganti nama Korea dengan nama Jepang, dan mengeksploitasi sumber daya serta tenaga kerja Korea untuk kepentingan perang mereka. Banyak perempuan Korea dipaksa menjadi "comfort women" (budak seksual militer Jepang).
Namun, perlawanan terhadap Jepang tidak pernah padam. Banyak tokoh pergerakan kemerdekaan bermunculan, baik dari dalam negeri maupun dari luar seperti Kim Gu dan Syngman Rhee. Organisasi seperti Pemerintah Sementara Korea di Shanghai menjadi pusat diplomasi perjuangan kemerdekaan.
Pembagian Korea dan Perang Saudara
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu pada akhir Perang Dunia II tahun 1945, Korea dibebaskan. Namun, semenanjung ini segera dibagi menjadi dua wilayah: Utara di bawah pengaruh Uni Soviet, dan Selatan di bawah pengaruh Amerika Serikat. Garis demarkasi ditetapkan di paralel ke-38, yang kemudian menjadi batas Korea Utara dan Korea Selatan.
Pada 1948, dua negara terbentuk secara resmi: Republik Korea (Korea Selatan) di Seoul dan Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara) di Pyongyang. Ketegangan politik yang tinggi memicu Perang Korea (1950–1953), ketika Korea Utara menyerang ke selatan. Perang ini menyebabkan kehancuran masif dan korban jiwa yang sangat besar. Gencatan senjata ditandatangani pada tahun 1953, tetapi secara teknis kedua Korea masih dalam kondisi perang hingga hari ini karena belum ada perjanjian damai resmi.
Masa Pembangunan dan Demokratisasi
Setelah perang, Korea Selatan berada dalam kondisi yang sangat miskin dan bergantung pada bantuan luar negeri. Namun di bawah pemerintahan otoriter Park Chung-hee (1961–1979), Korea Selatan mulai mengalami transformasi ekonomi yang dikenal sebagai "Keajaiban di Sungai Han". Negara ini mengadopsi strategi ekspor industri, membangun infrastruktur, dan mendirikan konglomerat besar seperti Samsung, Hyundai, dan LG.
Namun, pembangunan ekonomi itu disertai dengan represi politik. Setelah beberapa dekade pemerintahan militer dan unjuk rasa besar-besaran, Korea Selatan akhirnya beralih ke sistem demokrasi penuh pada akhir 1980-an, terutama setelah gerakan mahasiswa di Gwangju dan pemilu bebas tahun 1987. Dari situlah Korea Selatan memasuki era baru yang lebih terbuka, dengan pergantian kekuasaan secara damai dan kebebasan pers.
Hari ini, Korea Selatan adalah salah satu negara paling maju di dunia. Negara ini memiliki ekonomi terbesar ke-13 di dunia, teknologi tinggi, sistem pendidikan unggul, dan tingkat kesejahteraan yang tinggi. Di sisi budaya, "Korean Wave" (Hallyu) menyapu dunia lewat K-pop, drama Korea, film, dan kuliner. Grup musik seperti BTS dan film seperti Parasite menjadi simbol keberhasilan soft power Korea Selatan.
Meski demikian, tantangan tetap ada. Korea Selatan menghadapi persoalan demografis (angka kelahiran rendah), tekanan dari Korea Utara, dan tantangan ekonomi global. Namun dengan masyarakat yang dinamis dan adaptif, Korea Selatan terus bergerak maju sebagai kekuatan penting di Asia dan dunia.
Belum ada Komentar untuk "Perjalanan Panjang Korea Selatan Dari Kerajaan Kuno hingga Negara Teknologi Dunia"
Posting Komentar