Kisah Lengkap Joseph Stalin, Pemimpin Uni Soviet yang Kontroversial
Rabu, 13 Agustus 2025
Tambah Komentar
Di sebuah desa kecil bernama Gori, yang terletak di wilayah Georgia pada 18 Desember 1878, lahirlah seorang anak yang kelak akan mengubah jalannya sejarah abad ke-20. Nama yang diberikan kepadanya adalah Ioseb Besarionis dze Jughashvili, namun dunia lebih mengenalnya dengan nama Joseph Stalin. Kehidupan masa kecil Stalin jauh dari kemewahan, keluarganya hidup sederhana, bahkan miskin. Ayahnya yang bernama Besarion Jughashvili, bekerja sebagai pembuat sepatu dan dikenal pemarah, sedangkan ibunya, Ketevan Geladze, adalah seorang wanita religius yang penuh kasih sayang dan berharap anaknya kelak menjadi pendeta.
Stalin kecil menghabiskan masa kanak-kanaknya di lingkungan yang keras. Ia tumbuh dalam suasana kekerasan rumah tangga dan kemiskinan yang memaksanya menjadi tangguh sejak dini. Meski secara fisik tidak terlalu kuat, ia pernah mengalami cacat ringan pada tangan kirinya akibat kecelakaan di masa kecil, Namun otaknya tajam dan kemampuannya dalam menghafal membuatnya menonjol di sekolah. Ibunya memasukkannya ke sekolah gereja di Gori, dan dari sanalah bibit-bibit pemikiran kritisnya mulai tumbuh.
Ketika remaja, Stalin mendapat beasiswa untuk belajar di Seminari Ortodoks di Tbilisi. Namun Ironisnya, tempat yang seharusnya memperkuat iman itu justru menjadi titik awal perkenalannya dengan ide-ide revolusioner. Ia mulai membaca karya-karya Karl Marx dan penulis sosialis lainnya secara diam-diam. Dalam waktu singkat, minatnya pada teologi memudar, digantikan oleh keyakinan bahwa perubahan besar hanya bisa dicapai melalui revolusi. Aktivitas politik bawah tanahnya membuatnya dikeluarkan dari seminari pada 1899, dan ia pun sepenuhnya terjun dalam gerakan revolusioner.
Awal abad ke-20 adalah masa penuh gejolak di Kekaisaran Rusia. Gerakan buruh, kerusuhan, dan penindasan politik menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Stalin, yang saat itu mulai menggunakan nama samaran “Koba” yang diambil dari seorang pahlawan rakyat Georgia, menjadi organisator handal di kalangan pekerja. Ia ahli mengatur pemogokan, mendistribusikan propaganda, dan mengelabui polisi rahasia Tsar, Okhrana. Namun, aktivitas ini sering membawanya pada penangkapan dan pengasingan ke Siberia. Beberapa kali ia melarikan diri, menunjukkan keberanian dan kelicikannya yang kelak menjadi ciri khasnya.
Pada 1903, Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia terpecah menjadi dua faksi yaitu Bolshevik dan Menshevik. Stalin memilih bergabung dengan Bolshevik yang dipimpin oleh Vladimir Lenin. Pilihan ini menentukan masa depannya. Meski awalnya bukan tokoh utama dalam partai, Stalin menunjukkan dedikasi luar biasa. Ia ahli dalam urusan organisasi dan logistik, meskipun gaya politiknya cenderung kejam dan pragmatis.
Revolusi Rusia 1917 menjadi titik balik besar. Setelah Tsar Nicholas II turun tahta dan pemerintahan sementara Kerensky terbentuk, Lenin dan Bolshevik bersiap mengambil alih kekuasaan. Stalin, meski tidak sekarismatik Trotsky atau sepintar Lenin, memegang peran penting di belakang layar. Ia mengendalikan surat kabar partai, Pravda, dan menjadi anggota Komite Sentral. Ketika Bolshevik berhasil merebut kekuasaan pada Oktober 1917, Stalin segera mendapatkan posisi penting di pemerintahan baru.
Perang Saudara Rusia (1918–1921) menguji kesetiaannya. Stalin dikirim ke berbagai front untuk mengatur pasukan Merah melawan Tentara Putih. Dalam misi-misinya, ia sering bentrok dengan komandan lain, termasuk Trotsky, karena sifat keras kepala dan kecenderungannya membuat keputusan brutal. Namun, keberhasilannya mempertahankan kota-kota strategis memperkuat reputasinya di mata Lenin.
Setelah perang usai, Lenin mulai mengatur pemerintahan Soviet. Pada 1922, Stalin diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Partai Komunis, jabatan yang tampak administratif, namun memberinya kendali atas penempatan kader partai di seluruh negeri. Posisi ini diam-diam membangun kekuatan politiknya. Ketika Lenin jatuh sakit akibat stroke, Stalin mulai memanfaatkan celah untuk memperluas pengaruh. Hubungannya dengan Lenin memburuk di tahun-tahun terakhir sang pemimpin, bahkan Lenin sempat menulis Testament yang memperingatkan bahaya memberi Stalin terlalu banyak kekuasaan. Namun, setelah Lenin meninggal pada 1924, wasiat itu tidak dipublikasikan secara luas.
Persaingan memperebutkan kekuasaan di tubuh Partai Komunis memanas. Trotsky, Kamenev, dan Zinoviev menjadi saingan utama Stalin. Dengan kelicikan politik yang luar biasa, Stalin membentuk dan memutus aliansi sesuai kebutuhan. Ia pertama-tama bergandengan tangan dengan Kamenev dan Zinoviev untuk menyingkirkan Trotsky, lalu berbalik melawan keduanya. Pada akhir 1920-an, Stalin menjadi pemimpin tak terbantahkan Uni Soviet.
Begitu berkuasa penuh, Stalin meluncurkan serangkaian kebijakan radikal. Salah satu yang paling terkenal adalah kolektivisasi pertanian, di mana lahan-lahan milik petani disatukan menjadi pertanian kolektif negara. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan produksi pangan dan mendanai industrialisasi cepat, namun pelaksanaannya brutal. Banyak petani, terutama “kulak” (petani kaya), menolak dan dibantai atau diasingkan. Di Ukraina, kebijakan ini memicu bencana kelaparan (Holodomor) yang menewaskan jutaan orang pada awal 1930-an.
Di sisi lain, industrialisasi besar-besaran melalui Rencana Lima Tahun mengubah wajah Uni Soviet. Dalam waktu singkat, pabrik baja, pembangkit listrik, dan industri berat bermunculan. Uni Soviet bertransformasi dari negara agraris miskin menjadi kekuatan industri besar. Namun, harga yang dibayar sangat mahal karena beberapa faktor seperti kerja paksa, kondisi kerja yang buruk, dan represi politik tanpa ampun.
Tahun 1930-an juga ditandai oleh Great Purge atau Pembersihan Besar-Besaran. Stalin, yang sangat curiga terhadap potensi lawan politik, memerintahkan penangkapan, pengasingan, bahkan eksekusi terhadap ribuan pejabat partai, perwira militer, ilmuwan bahkan warga biasa. Pengadilan sandiwara digelar untuk menguatkan tuduhan-tuduhan yang sering kali tidak berdasar. Atmosfer ketakutan menyelimuti seluruh negeri, siapa pun bisa dituduh sebagai pengkhianat negara.
Ketika Perang Dunia II pecah pada 1939, Stalin membuat langkah mengejutkan dengan menandatangani Pakta Non-Agresi Molotov-Ribbentrop dengan Nazi Jerman. Perjanjian ini membagi wilayah Eropa Timur di antara keduanya, memberi Stalin waktu untuk memperkuat militer Soviet. Namun, pada Juni 1941, Hitler melanggar perjanjian dan melancarkan Operasi Barbarossa, invasi terbesar dalam sejarah.
Awalnya, Stalin terpukul oleh serangan mendadak ini. Pasukan Jerman maju cepat, menduduki wilayah luas Soviet. Namun, dengan mobilisasi besar-besaran dan dukungan industri yang telah dibangun sebelumnya, Uni Soviet mulai bangkit. Pertempuran Stalingrad (1942–1943) menjadi titik balik perang, di mana pasukan Soviet menghancurkan satu armada besar Jerman. Kemenangan ini tidak hanya menyelamatkan negara tetapi juga menempatkan Stalin di panggung dunia sebagai pemimpin negara sekutu yang tangguh.
Setelah perang berakhir pada 1945, Uni Soviet muncul sebagai salah satu dari dua superpower global, bersama Amerika Serikat. Stalin memperluas pengaruh Soviet di Eropa Timur, membentuk blok negara-negara satelit komunis. Perang Dingin pun dimulai, ditandai oleh persaingan ideologi, militer, dan teknologi.
Namun, di dalam negeri, Stalin tetap memerintah dengan tangan besi. Rezimnya mempertahankan sistem keamanan negara yang ketat, membatasi kebebasan berbicara, dan mengawasi warganya secara intensif. Meski ekonomi pulih, rakyat masih hidup di bawah bayang-bayang ketakutan.
Pada awal 1950-an, kesehatan Stalin mulai menurun. Meski demikian, paranoia politiknya tidak surut, ia mencurigai pejabat-pejabat terdekatnya, bahkan dokter pribadinya. Pada 5 Maret 1953, Joseph Stalin meninggal dunia setelah mengalami stroke. Kematian sang diktator memicu perebutan kekuasaan di antara para bawahannya dan membuka jalan bagi reformasi yang lebih moderat di bawah Nikita Khrushchev.
Warisan Stalin tetap menjadi topik perdebatan panas hingga kini. Di satu sisi, ia berhasil mengubah Uni Soviet menjadi kekuatan industri dan militer yang mampu mengalahkan Nazi Jerman. Di sisi lain, jutaan orang menjadi korban kebijakan keras, kelaparan, kamp kerja paksa, dan pembersihan politiknya. Stalin adalah sosok yang memadukan kecerdikan politik, keteguhan, dan kekejaman yang jarang ditemukan dalam satu pribadi.
Sejarah mencatatnya bukan hanya sebagai pemimpin Uni Soviet, tetapi sebagai figur yang membentuk abad ke-20, baik melalui pembangunan maupun penderitaan. Dari anak miskin di Georgia hingga menjadi “Man of Steel” yang menaklukkan setengah dunia, perjalanan Joseph Stalin adalah kisah tentang ambisi tanpa batas, kekuasaan mutlak, dan harga mahal yang dibayar oleh sebuah bangsa untuk mengejar mimpi seorang manusia.
Belum ada Komentar untuk "Kisah Lengkap Joseph Stalin, Pemimpin Uni Soviet yang Kontroversial"
Posting Komentar