Sejarah Serbia, Perjalanan Bangsa Balkan dari Kekaisaran hingga Negara Modern
Minggu, 17 Agustus 2025
Tambah Komentar
Serbia adalah sebuah negeri di Balkan yang sejarahnya penuh dengan gelombang kebangkitan, penjajahan, pemberontakan dan pergulatan identitas.
Sejak awal abad pertengahan, tanah ini menjadi tempat di mana berbagai penguasa, dari kerajaan Kristen sampai kekaisaran Timur dan akhirnya ideologi modern, silih berganti membentuk jati diri orang Serbia. Pada abad ke-7, ketika bangsa Slavia bermigrasi ke Semenanjung Balkan, mereka mulai menetap di wilayah Sungai Danube dan pegunungan Balkan Tengah.
Dari suku-suku ini, terbentuklah komunitas cikal-bakal Serbia. Pada awalnya mereka terbagi dalam klan dan kepangeranan lokal, namun semangat persatuan kultural mulai tumbuh, terutama karena kebudayaan Kristen Ortodoks yang masuk bersama misi Bizantium.
Salah satu tokoh paling awal yang membawa nama Serbia ke panggung kerajaan adalah Stefan Nemanja pada abad ke-12. Nemanja menjadi pendiri Dinasti Nemanjić, dinasti yang kelak membawa Serbia mencapai puncak kekuatan politik dan kultural. Pada masa putranya, Stefan Nemanjić, Serbia diakui sebagai kerajaan merdeka oleh Paus di Roma. Namun yang lebih berpengaruh adalah putra Nemanja yang lain, yaitu Saint Sava, seorang biarawan yang mendirikan Gereja Ortodoks Serbia yang independen dari Konstantinopel. Gereja ini menjadi pilar budaya, bahasa, huruf dan identitas bangsa Serbia selama berabad-abad.
Pada abad ke-14, Serbia mencapai masa keemasan di bawah pemerintahan Tsar Dušan Silni (Dušan yang Agung).
Dimana Ia berhasil memperluas wilayah Serbia hingga mencakup sebagian besar Balkan, bahkan mengalahkan Bizantium dalam beberapa bagian wilayah. Dušan mengangkat dirinya sebagai Kaisar Serbia dan Yunani, serta menyusun Kode Hukum Dušan, salah satu kumpulan hukum tertulis paling maju di Eropa Timur pada saat itu. Namun kebesaran ini tidak bertahan lama. Setelah ia meninggal secara mendadak, kerajaannya terpecah antara bangsawan-bangsawan feodal dan dalam perpecahan itu muncul ancaman baru dari timur yaitu Kesultanan Ottoman.
Pertempuran Kosovo pada tahun 1389 menjadi momen yang sangat penting dalam memori kolektif bangsa Serbia. Walaupun secara militer pertempuran tersebut tidak langsung mengakhiri kemerdekaan Serbia, namun dianggap sebagai simbol pengorbanan bangsa demi mempertahankan tanah air dari invasi Turki.
Pangeran Lazar, pemimpin Serbia saat itu, gugur dalam perang dan kisah kepahlawanannya dilestarikan dalam lagu rakyat, puisi epik dan gereja-gereja. Sejarawan mencatat bahwa setelah berbagai pertempuran susulan, Serbia akhirnya jatuh sepenuhnya ke tangan Ottoman pada akhir abad ke-15. Selama hampir empat abad berikutnya, bangsa Serbia hidup di bawah kekuasaan Islam Ottoman, kehilangan negara mereka secara politik, namun bertahan dalam agama dan budaya melalui gereja Ortodoks serta tradisi rakyat.
Selama masa penjajahan Ottoman, banyak pemberontakan kecil meletus, tetapi baru pada awal abad ke-19, Pemberontakan Serbia Pertama dipimpin oleh Karađorđe Petrović tahun 1804–1813 berhasil membentuk pemerintahan lokal sementara. Meskipun pemberontakan itu akhirnya ditumpas, bibit kebangkitan nasional mulai tumbuh. Pemberontakan kedua dipimpin Miloš Obrenović pada 1815 yang menghasilkan otonomi yang diakui resmi oleh Sultan. Pada pertengahan abad ke-19, Serbia memperoleh status sebagai kerajaan merdeka dan pada 1878, Kongres Berlin mengakui Serbia sebagai negara berdaulat sepenuhnya.
Memasuki abad ke-20, Serbia memainkan peran sentral dalam pecahnya Perang Dunia I. Nasionalisme Serbia menentang dominasi Austro-Hungaria di Balkan. Setelah Pangeran Franz Ferdinand dibunuh di Sarajevo oleh Gavrilo Princip, seorang pemuda Bosnia keturunan Serbia, Austria-Hungaria menyatakan perang terhadap Serbia. Konflik ini menyulut perang global. Serbia menderita korban yang sangat besar, tetapi pada akhir perang, Serbia justru menjadi pusat terbentuknya negara baru: Kerajaan Serbia, Kroasia, dan Slovenia, yang kemudian berganti nama menjadi Yugoslavia pada 1929. Melalui penyatuan ini, Serbia menjadi elemen dominan dalam sebuah negara multietnik yang besar.
Namun penyatuan tersebut tidak bebas dari konflik internal. Ketegangan antara etnis dan wilayah terus muncul dalam tubuh Yugoslavia, terutama antara orang Serbia, Kroasia dan Slovene. Pada Perang Dunia II, Yugoslavia diinvasi oleh Jerman dan sekutunya, dan terbentuklah kelompok perlawanan Partisan yang dipimpin Josip Broz Tito. Setelah perang berakhir, Tito membentuk Republik Federal Sosialis Yugoslavia, negara komunis non-blok yang terdiri dari enam republik, termasuk Serbia sebagai salah satunya. Di bawah Tito, Yugoslavia menikmati stabilitas relatif dan pembangunan ekonomi, meskipun Serbia tidak lagi menjadi pusat tunggal kekuasaan seperti pada masa kerajaan. Tito berhasil menjaga keseimbangan antar-etnik, namun setelah kematiannya pada 1980, nasionalisme di daerah-daerah kembali bangkit.
Pada akhir 1980-an, Slobodan Milošević muncul sebagai pemimpin kuat dari Serbia dan kembali memainkan rasa nasionalisme Serbia, terutama terkait wilayah Kosovo, yang memiliki makna sejarah dan religius mendalam bagi orang Serbia tetapi dihuni mayoritas etnis Albania. Kebijakan Milošević memicu kecemasan republik lain di Yugoslavia, seperti Kroasia, Slovenia dan Bosnia. Hingga Pada awal 1990-an, Yugoslavia mulai runtuh ketika Slovenia dan Kroasia menyatakan kemerdekaan pada 1991, disusul Bosnia-Herzegovina. Serbia bersama Montenegro bertahan membentuk Republik Federal Yugoslavia (1992), tetapi perang meletus di Bosnia dan Kroasia, dengan Serbia dianggap memainkan peran utama.
Konflik Bosnia hingga Kosovo pada 1990-an menimbulkan dampak buruk bagi citra Serbia di mata dunia internasional. Embargo, serangan NATO, dan isolasi membuat ekonomi Serbia lumpuh. Pada 1999, NATO membombardir Serbia selama konflik Kosovo, dan pada 2000, tekanan rakyat menggulingkan Milošević. Setelah Milošević jatuh, Serbia memasuki era transisi menuju demokrasi dan kerja sama internasional. Pada 2006, Serbia dan Montenegro berpisah secara damai, menjadikan Serbia kembali sebagai negara terpisah untuk pertama kalinya sejak 1918.
Di era modern, Serbia berupaya memperbaiki citra internasional dan bergabung dengan Uni Eropa. Ibukotanya Beograd menjadi pusat kegiatan budaya Balkan modern, meski luka masa lalu belum sepenuhnya sembuh. Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan secara sepihak pada 2008, yang tidak diakui Serbia dan sebagian negara lain. Pertanyaan mengenai Kosovo tetap menjadi isu sensitif dalam politik Serbia hingga kini. Meskipun begitu, Serbia menunjukkan kemajuan di bidang ekonomi, pariwisata, dan hubungan luar negeri, mencoba berdiri di antara Barat dan Rusia dalam politik global. Identitas Serbia kini terbentuk dari kedalaman sejarah abad pertengahan, trauma penjajahan Ottoman, kebanggaan epik Kosovo, luka perang dunia, masa komunisme, konflik 1990-an, dan akhirnya semangat memasuki masa depan Eropa.
Dalam rentang waktu lebih dari seribu tahun, Serbia berubah dari kerajaan Kristen Ortodoks yang makmur menjadi daerah jajahan Ottoman, lalu menjadi motor pembentukan Yugoslavia dan kemudian negara modern yang sedang membangun. Kisahnya adalah cerita tentang bagaimana sebuah bangsa kecil di persimpangan peradaban Barat dan Timur mempertahankan identitasnya. Dari Tsar Dušan hingga Karađorđe, dari Tito hingga masa demokrasi baru, Serbia melewati banyak tragedi dan kebangkitan. Sampai hari ini, orang Serbia masih menyanyikan lagu tentang Lazar di Kosovo dan merayakan St. Sava sebagai pelindung rohani. Di tengah modernisasi, semangat sejarah tetap hidup di gereja, monumen, dan kisah rakyat. Itulah sebabnya Serbia tidak bisa dipahami hanya sebagai negara di peta Eropa, melainkan sebagai perjalanan panjang sebuah bangsa yang terus mencari jembatan antara masa lalu dan masa depan.
Belum ada Komentar untuk "Sejarah Serbia, Perjalanan Bangsa Balkan dari Kekaisaran hingga Negara Modern"
Posting Komentar