Biografi Lengkap Muhammad Hatta: Kisah Hidup, Perjuangan Dan Peran Besarnya dalam Kemerdekaan
Rabu, 20 Agustus 2025
Tambah Komentar
Muhammad Hatta lahir pada 12 Agustus 1902 di sebuah kota sejuk bernama Bukittinggi, yang saat itu masih berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda.
Di rumah bertingkat kayu yang sederhana namun penuh kehangatan adat Minangkabau, bayi itu tumbuh menjadi anak kecil pendiam yang gemar duduk di sudut ruangan sambil membaca.
Ibunya, Saleha adalah sosok perempuan kuat yang menjalankan usaha keluarga, sedangkan ayahnya wafat saat Hatta masih kecil. Dari sang ibu, Hatta mewarisi ketekunan dan kesadaran bahwa ilmu pengetahuan bisa mengubah takdir seseorang. Hampir setiap sore ia terlihat tenggelam dalam buku, halaman demi halaman, seolah ingin mencari sesuatu yang besar untuk masa depannya. Kebiasaan ini kelak menjadi jendela bagi dirinya untuk memahami dunia di luar kolonialisme.
Hatta muda semakin matang ketika ia dikirim ke Jakarta untuk belajar di sekolah dagang. Di sinilah ia mulai menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana ketidakadilan kolonial bekerja.
Namun semangat itu mencapai puncaknya ketika ia mendapatkan beasiswa untuk belajar ke Belanda, tepatnya di Rotterdam. Perjalanan panjang melewati lautan dan benua itu membawanya pada dunia baru: dunia ideologi, organisasi mahasiswa dan wacana tentang kemerdekaan kaum pribumi.
Bung Hatta aktif di Perhimpunan Indonesia dan cepat dikenal karena ketenangan serta kecerdasannya. Di kamar kosnya yang sempit, ia menulis artikel tentang hak sebuah bangsa untuk merdeka dan menolak kompromi setengah-setengah.
Tulisan-tulisannya diterbitkan dalam majalah organisasi, diselundupkan pulang ke tanah air dan menjadi api semangat bagi pemuda di Hindia Belanda. Ketika ia ditangkap di Den Haag oleh pemerintah kolonial karena dianggap menyebarkan paham radikal, ia berdiri di depan hakim dan membela dirinya dengan pidato yang elegan dan bersuara tegas. Hakim Belanda bahkan dibuat kagum oleh kecermatan logikanya. Ia dibebaskan dan namanya semakin harum di kalangan aktivis pergerakan.
Setelah menamatkan studi ekonomi, Bung Hatta kembali ke tanah air dengan gelar sarjana dan komitmen yang semakin menguat, Indonesia harus merdeka sepenuhnya. Ia membangun PNI Baru bersama Sutan Sjahrir. Ia bukan tipe orator berapi-api seperti Soekarno, tetapi setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa pelan namun tajam, menghunjam sampai ke kesadaran.
Karena aktivitas politik mereka dianggap membahayakan, Bung Hatta ditangkap dan dibuang ke Boven Digoel lalu Banda Neira, tempat terpencil yang dikelilingi hutan lebat dan nyamuk malaria. Namun pengasingan itu justru menjadi “universitas” baginya. Ia membaca karya para ekonom dunia, mengajarkan sejarah kepada sesama tahanan dan merumuskan gagasan tentang koperasi sebagai bentuk keadilan sosial, sistem ekonomi yang menurutnya cocok bagi rakyat Indonesia yang terbiasa hidup dalam gotong royong.
Saat Jepang menyerbu Indonesia pada tahun 1942, Hatta dan Soekarno dibebaskan dari pembuangan. Jepang berusaha memanfaatkan ketenaran mereka untuk kepentingan militer, tetapi Bung Hatta justru melihat hal ini sebagai peluang. Ia mendidik para pemuda dalam berbagai badan bentukan Jepang dan menyusun strategi bagaimana bangsa ini harus siap begitu kesempatan merdeka muncul. Di sidang BPUPKI, ia ikut membahas dasar negara dan struktur ekonomi negara merdeka. Bung Hatta dikenal sebagai sosok yang meyakini bahwa kemerdekaan politik tidak akan berarti tanpa kemerdekaan ekonomi bagi rakyat kecil. Maka ia terus menekankan pentingnya sistem ekonomi yang menjamin kesejahteraan, bukan hanya nama kemerdekaan belaka.
Detik-detik menjelang Proklamasi menjadi babak heroik tersendiri dalam hidupnya. Pada 16 Agustus 1945, sekelompok pemuda mendatangi kediamannya dan membawa ia serta Soekarno ke Rengasdengklok. Mereka mendesak agar proklamasi dilakukan secepatnya.
Di tengah udara malam yang dingin dan suasana tegang, Hatta menjadi juru damai yang menenangkan dua generasi pejuang yang sama-sama mencintai negeri ini. Setelah tercapai kesepakatan, pagi harinya mereka kembali ke Jakarta. Di rumah Laksamana Maeda yang lampunya masih menyala di tengah kekalahan Jepang, Hatta duduk bersama Soekarno dan beberapa tokoh lain menyusun teks proklamasi. Ia menyarankan agar proklamasi ditandatangani atas nama bangsa Indonesia, bukan perorangan, sebagai pernyataan bahwa kemerdekaan ini milik semua rakyat.
Tanggal 17 Agustus 1945 pagi, dengan mengenakan pakaian sederhana berwarna putih, Hatta berdiri di samping Soekarno saat teks proklamasi dibacakan. Meski hanya beberapa kalimat, kalimat itu mengguncang penjuru nusantara dan mengubah sejarah. Namanya tertulis sejajar dengan Soekarno, bukan hanya sebagai formalitas, tetapi sebagai simbol dua karakter kepemimpinan yang saling melengkapi.
Yang satu memiliki karakter berapi-api dalam membangkitkan rakyat sementara yang satu lagi tenang mengokohkan pikiran bangsa.
Setelah itu, ia dilantik sebagai Wakil Presiden pertama Republik Indonesia. Dalam kabinet-kabinet awal, ia ikut menangani diplomasi dan ekonomi negara yang baru lahir. Dalam Konferensi Meja Bundar 1949 di Den Haag, ia memainkan peran kunci dalam mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Belanda karena kewibawaan dan kecerdasannya dihormati pihak internasional.
Meski memiliki kekuasaan tinggi, gaya hidup Bung Hatta tetap sederhana. Ia masih menulis artikel sendiri dengan mesin tik di rumah, membaca buku dan menolak fasilitas berlebihan.
Salah satu kisah paling menyentuh adalah ketika ia menginginkan mesin jahit untuk anak-anaknya, tetapi menolak membelinya dengan uang negara, hingga istrinya menabung bertahun-tahun untuk membelinya secara pribadi. Pada tahun 1956, Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden karena tak sejalan dengan gagasan demokrasi terpimpin Soekarno. Ia lebih memilih prinsip daripada jabatan, dan itu membuat banyak orang semakin menghormatinya.
Di masa tuanya, ia tetap aktif menulis, mengajar, dan menjadi suara moral bangsa. Ia wafat pada 14 Maret 1980 dalam keadaan tenang. Ribuan orang mengiringi kepergiannya dengan duka mendalam. Dia bukan hanya proklamator dan pemimpin negara, tetapi tokoh teladan yang menunjukkan bahwa kekuasaan bukanlah tujuan, melainkan amanah untuk memajukan bangsa. Nama Bung Hatta akan selalu dikenang dalam sejarah Indonesia sebagai simbol integritas, keadilan dan kebijaksanaan, seorang negarawan yang hidupnya didedikasikan sepenuhnya untuk kemerdekaan dan kemajuan bangsanya.
"Untuk Negeriku" adalah buku otobiografi yang ditulis langsung oleh proklamator sekaligus wakil presiden pertama Indonesia, Mohammad Hatta. Buku ini menawarkan pandangan mendalam dan personal tentang perjalanan hidup Hatta, mulai dari masa kecilnya di Minangkabau hingga perannya yang sangat krusial dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Melalui buku ini, pembaca dapat memahami pemikiran, prinsip, dan idealisme Hatta yang dikenal sebagai sosok yang sangat jujur dan sederhana. Hatta menceritakan pengalamannya di pengasingan, perundingan diplomatik, dan dinamika politik di awal-awal berdirinya Republik Indonesia dengan bahasa yang lugas dan terperinci. Ini bukan hanya sekadar catatan sejarah, tetapi juga refleksi seorang tokoh besar tentang cinta dan pengabdiannya kepada bangsa.
Buku ini sangat direkomendasikan bagi siapa pun yang ingin mengenal lebih dekat sosok Bung Hatta dan memahami sejarah kemerdekaan dari sudut pandang salah satu pelakunya. "Untuk Negeriku" adalah sumber inspirasi yang berharga tentang integritas, nasionalisme, dan pengorbanan demi cita-cita besar. Buruan cek out sebelum kehabisan.
Belum ada Komentar untuk "Biografi Lengkap Muhammad Hatta: Kisah Hidup, Perjuangan Dan Peran Besarnya dalam Kemerdekaan"
Posting Komentar